Kamis, 25 Februari 2010

Wilayah Kerajaan Malabar

Banyak cerita tentang Bandung baheula. Dari legenda Sangkuriang, hingga cerita tentang banyaknya kerajaan yang tersebar di wilayah Bandung Raya. Terbukti banyak peninggalan dan isitus kerajaan ditemukan, di antaranya Kerajaan Malabar di Bandung Selatan yang konon menguasai wilayah Bandung sekarang.
Meskipun Richard dan Sheila Bennet (1980) mengatakan bahwa sejarah masa lalu Bandung Raya bagaikan "keping ganjil dari mainan puzzle sejarah yg tak utuh lagi". Itu tidak berarti Bandung "sepi" dari temuan sejarah.
Di abad XIX, Van Kinsbergen, Junghuhn, , Brumund, Hoepermans, P. van Oort dan S. Muller, mencatat dan mengumpulkan benda2 bersejarah dari wilayah Bandung. Sebagian dari temuannya kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Pada awal th 1950-an tiga orang budayawan Sunda, yakni Pak Sursa (Alm), M.A. Salmun dan arsitek Suhamir, telah melacak sejarah purba sekitar kota Bandung. Bekerja sama dgn sarjana Swiss, W. Rothpletz, mereka mengadakan penelitian pada historical site (situs) di perbukitan Ciumbuleuit. Selain sisa2 parit pertahanan, pada situs tsb ditemukan pula keramik porselen Cina, peralatan upacara dari perunggu dan perhiasan manik-manik. Konon menurut Pak Sursa, temuan benda tsb adalah peninggalan dari kerajaan "Campaka Warna". Sayang, sepeninggal mereka hasil penyelidikan tidak diketahui jatuh ke tangan siapa. Sampai sejauh mana penelitian mereka, tak ada catatan yang dapat mengungkapkannya.
Masih seputar Bandung Raya. Di tepian sungai Citarum, kira-kira 2 km ke arah utara kantor kecamatan Ciranjang (Kab. Cianjur), didapati bekas kuta (tembok/benteng) dari sebuah kerajaan kecil. Menurut cerita rakyat setempat, tembok benteng itu merupakan peninggalan kerajaan "Tanjung Singuru", dengan rajanya Prabu Susuru. Sebelum menjadi raja, ia bernama Raden Munding Mintra Kasiringan Wangi. Konon ia adalah salah seorang putra Prabu Siliwangi.
Sumber lain mengungkapkan bahwa raja Tanjung Singuru adalah Prabu Jaka Susuruh atau Prabu Hariang Banga yang namanya sering disebut dalam kisah"Pantun Sunda".Raja ini terdesak oleh adiknya sendiri yakni Ciung Wanara sehingga ia mundur dan bertahan di Cihea.
Cihea yang semula termasuk wilayah Kab. Bandung, sejak tahun 1902 masuk wilayah Cianjur. Tahun 1912 sebutan nama Cihea diganti menjadi Ciranjang.
Data sejarah baru yang dianggap bisa mempertautkan tali sejarah Bandung Raya nan fragmentaris dan terpotong-potong, kini mulai terungkap. Penemuan naskah-naskah Cirebon beberapa tahun berselang, yang cukup menakjubkan para sejarawan, paling tidak dapat membantu menyibak sejarah Jawa Barat yang sementara ini masih dianggap remang-remang.
Naskah2 Cirebon itu merupakan hasil pertemuan para ahli sejarah dan hampir 90 daerah di Nusantara yang berlangsung tahun 1677 M di Keraton Kasepuhan Cirebon. Dalam "seminar sejarah" yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta itu berhasil dikumpulkan beberapa ratus judul karya sejarah, meliputi kerajaan2 di Nusantara. Ada 47 jilid yang merupakan gabungan dari sejarah berbagai daerah.
Dari jumlah tersebut yang telah berhasil dikumpulkan oleh Museum Negeri Jawa Barat belum mencapai setengahnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah Bandung Raya, Pustaka Rajyaratya i Bhumi Nusantara mengungkapkan, pada saat Sang Purnawarman wafat dalam tahun 434 masehi, tercatat ada 46 kerajaan yang menjadi bawahannya. Satu diantaranya adalah Kerajaan Malabar yang lokasinya terletak di sekitar Gunung Malabar, selatan Kota Bandung.

Kerajaan Malabar ini erat hubungannya dengan kerajaan Indrapahasta di lereng gunung Ciremai (Cirebon). Kerajaan Indrapahasta didirikan oleh Maharesi Santanu, seorang pendeta Siwa berasal dari Lembah Gangga di Imdia.
Setelah Santanu meninggal, putra sulungnya yang bernama Prabu Jayasatyanagara menggantikannya sebagai Raja dan memerintah negara selama 23 tahun (398-421). Ia menikah dengan Dewi Ratnamanik, putri Raja Malabar yang bernama Prabu Wisnubhumi. Jadi kerajaan Malabar besanan dengan kerajaan Indrapahasta.
Lereng gunung Malabar masih menyimpan misteri sejarah masa lalu dataran tinggi Bandung. Di sekeliling gunung itu banyak terdapat situs yang belum sempat diteliti oleh para ahli. Seperti "parit pertahanan" yang terdapat di Perkebunan Kina Argasari yang terletak di lereng malabar, belun dilacak oleh para sejarawan.

(HK/GM)
(Foto koleksi Museum Tropen Nederland)



6 komentar:

  1. Sejarah lokal yang perlu dikembangkan, sejarah rakyat Bandung untuk masa depan

    BalasHapus
  2. terimakasih kang, informasinya, kebetulan saya lagi butuh banyak sumber sejarah,, semoga ini menjadi kebaikan kita semua dengan mempelajari sejarah sejarah dilingkungan kita khususnya di kabupaten bandung atau lebihnya di jawa barat,, mugia akang dipasihan kasasean manah hatur nuhun informasina

    BalasHapus
  3. Penerus kerajaan malabar saat ini siapa

    BalasHapus
  4. Perlu diungkap dan dipiralkan..., sebab masih banyak generasi muda yang belum mengetahui, dan harus tahu sebagai ikut bangga bahwa di wilayahnya nenek moyangnya pernah membangun Kerajaan.

    BalasHapus
  5. Ayah mertua saya kecil di malabar dan sering dpanggil den yg artinya raden oleh masyarakat sekitar. Mnrut cerita belau ayahnya orang penting dan punya tanah yg luas yg sekarang sudah jd pemukiman warga

    BalasHapus
  6. Makasih kak, kebetulan saya lagi nyari nyari tentang sejarah Dewi Ratna Manik

    BalasHapus